Minggu, 01 Januari 2017

Izinkan Aku Melepasmu dengan Benar

Lebih dari 3 tahun lalu aku pernah menulis tentangmu.
Lebih dari 3 tahun yang lalu semua tulisan masih tentang kamu. Tentang kita dan mimpi-mimpi tentang kebersamaan, tentang aku dan kamu yang memimpikan satu titik akhir pertemuan di mana kau dan aku tidak perlu lagi mengucapkan selamat tinggal.
3 tahun lalu aku pernah merasakan bagaimana rasanya kau khianati.
Merasakan bagaimana hampanya mengetahui bahwa ku hanya berjuang sendirian, mengetahui bahwa segala sakitku tetap saja tak berarti apa-apa, bahwa segala janji memang tak akan pernah ditepati.
Aku berjalan tertatih, susah payah menjadikan diri ini kembali utuh, kembali merasakan dan mencintai, kembali tertawa dan membiarkan semua berlalu.
Lalu aku memaafkanmu.
Lalu kau kembali.
Kadang aku ingin tertawa sekeras-kerasnya, kepada langit, kepada awan-awan yang menyaksikan air mataku ruah karena meratapimu, kepada senja yang kusumpahi tiap hari karena mengingatkanku bahwa tidak ada orang yang pernah memujaku sehebat kamu.
Tapi mereka tidak pernah salah. Kau pun tidak. Aku pun tidak.
Karena kita hanya dua orang yang terlalu menyepelekan takdir Tuhan. Dua orang yang terlalu lelah berjuang sehingga sepenuhnya menyerahkannya kepada angin-angin yang berhembus, berharap mereka bisa mewakili kehadiranku di malammu yang dingin, atau menjadi pengganti bahumu di saat aku ingin menangis.
Karena semua itu tidak akan pernah bisa terwakilkan. Karena kita terlalu saling membutuhkan hingga saling menyakiti. Kita hanya berkata kuat saat tubuh ini sudah lelah luar biasa.
Sayang, kita sudah terlalu lama bersama, dan terlalu lama terpisah.
Maka kali ini, izinkan aku melepasmu dengan benar. Dengan kesadaran penuh bahwa kita tidak bisa terus-terusan mengkambinghitamkan jarak dan waktu. Tidak bisa terus-menerus menyalahkan keadaan. Tidak bisa lagi menganggap bahwa aku dan kamu adalah tempat kembali saat semua hancur-lebur tak terkendali.
Karena kamu ada untuk pernah kucintai.
Karena aku ada untuk pernah kau inginkan.
Maka kali ini, izinkan aku melepasmu dengan benar.
Dan kembali melangkah sendirian.
Dengan namamu yang sudah terpatri di nisan hati sebagai pelajaran.

Yogyakarta, 1 Januari 2017

New Year's Note

Tahun ini adalah tahun yang penuh dengan rasa dan asa. Penuh dengan titik-titik harapan dan suka cita.
Pun juga tahun yang mungkin kau benci setengah mati, penuh dengan makian yang berhamburan tak kunjung henti.
Tapi tahun ini juga tahun di mana kau telah belajar banyak hal.
Belajar menerima dan terbiasa hidup tanpa sesuatu yang kau cintai, belajar mengais sepersil surga di tengah-tengah keputusasaan, belajar memaklumi selera humor Tuhan yang kadang melelahkan, belajar untuk berani melangkah ke tempat di luar kebiasaan, belajar untuk menjadi salah dan benar, belajar untuk menyakiti dan disakiti, belajar untuk menjalani kehidupan itu sendiri.
Maka di tahun yang baru, cobalah mengerti bahwa hidupmu bukan lah kambing hitam bagi semua kebodohanmu.
Karena hidupmu bukan film menyedihkan yang bisa kau hentikan jika bosan, bukan pula novel roman picisan yang bisa kau buka seenaknya di halaman kesukaan.
Karena hidup tak akan menunggu saat kau menangis semalaman menyesali keputusan yang telah kau buat. Karena hidup tak akan menemanimu kabur dari kenyataan. Karena hidup tak akan menepuk pundakmu atau menangis bersamamu.
Hidupmu akan terus berjalan.
Ia tidak peduli kau jatuh atau bangun, gagal atau sukses, patah hati atau bersuka cita. Ia hanya peduli pada langkahmu yang terus berjalan bersamanya.
Maka berjalanlah. Karena sakitmu di perjalanan tidak akan membunuhmu kecuali jika memang itu maumu. Karena setiap luka dan memar yang kau dapat bukanlah suatu yang sia-sia. Karena setiap air mata yang kau jatuhkan tidak akan menguap begitu saja.
Buatlah hidupmu bangga.
Sampai pada akhirnya, Ia bisa menyerahkanmu sebagai hadiah bukti cintanya kepada sang akhir, seraya berkata, "Jaga dia baik-baik. Dia telah setia menemaniku dalam perjalanan menemuimu."

Yogyakarta, 1 Januari 2017